Sabtu, 07 November 2009
STATE OF URGENCY + BLEUARGH STUDIO SHOW (FEBRUARI 2009)
Setelah beberapa hari kebelakang saya dan para sahabat saya mencari alternatif tempat dengan biaya yang seminim mungkin untuk mengadakan setidaknya satu gig di Bandung bagi split tour State Of Urgency dan Bleaurgh, malam itu di bawah rindangnya pohon dan angin yang semakin kencang mendingin, samping trotoar jalanan hotel yang sudah terpaksa dibiasakan dengan kehadiran para pemuda dengan dandanan urakan dan berbotol-botol alkohol golongan C pada genggaman setiap malam, kita secara sepakat untuk menyewa sebuah studio -setelah saya di blacklist oleh hampir semua studio yang pernah kita gunakan untuk mengadakan studioshow- di daerah depan terminal ledeng, menjauh sedikit dari pusat kota Bandung. Saya tidak menggunakan nama saya lagi. Saya menjadi orang disebelah saya. Saya menjadi nama yang saya tidak kenal sebelumnya. Menjadi orang yang sama sekali bukan diri saya. Dengan bujuk rayu gombal untuk menyiapkan equipment sendiri dan kita hanya menyewa tempat studionya (dengan harga wajar seperti biasa tentunya).
Setelah cabinet bass, cabinet gitar dan drum set naik ke mobil bak pinjaman dari sahabat saya, siang itu ditemani hujan yang tak terlalu besar tapi cukup untuk membuat kaca mobil berembun, saya pergi ke studio yang tidak terlalu besar tetapi cukup untuk menampung beberapa sahabat yang memang sedari beberapa hari kemarin menanyakan tempat dimana bakal berlangsungnya gig itu, dan ketika saya tiba disana para sahabat banyak yang sudah ada disana. Hampir jam empat sore. Beberapa equipment berfungsi sebagaimana mestinya. Namun tidak pada cabinet bass yang sangat bodohnya saya lupa untuk membawa kabel penghubung dari head cabinet ke speaker aktifnya. Cabinet bass yang kita bawa akhirnya diganti dengan cabinet bass punya studio. Seharusnya gig sudah dimulai. Tapi selain cabinet bass yang tidak bisa dipakai, saya dan beberapa sahabat saya juga lupa untuk membawa snare drum. Awalnya pihak studio tidak mau menyediakan snare drum, tapi setelah keputusan sepihak dari si empunya studio untuk menaikkan harga sewa dari duapuluhlimaribu per jam menjadi empatpuluhribu, mereka menyediakan snare drum itu.
Sementara beberapa sahabat saya masih membujuk pihak studio untuk meminjamkan snare drum tersebut, CAPITAL(IS) CARNAGE menyiapkan performa mereka, karena memang mereka tidak menggunakan drum set. Ketukan grinding hypercan mereka keluarkan dari set laptop yang dipadu dengan sayatan gitar, bass dan vokal yang menggerutu. Para penikmat lantai dansa pun tidak menyianyiakan kesempatan itu. Bagus! Tak lama setelah itu snare drum tersedia, dan KONTRASOSIAL memanjakan si penikmat lantai dansa lagi dengan ketukan-ketukan d-beat yang mereka produksi. Beberapa lagu mereka bawakan tanpa hadirnya suara vokal. Masalah pada mic tak membuat mereka menghentikan bermain. Dan setelah masalah pada mic teratasi, ASSUSILA lalu menghajar lagi telinga para sahabat yang hadir didalam sana dengan tempo cepat grindingpunk mereka. Para pedansa terlihat terpuaskan. Dengan semakin mepetnya waktu, mereka hanya membawakan lima lagu mereka. Lalu tak lama setelah gendang telinga baru saja bisa mendengar secara normal, BLEAURGH yang datang dari balikpapan, lagi-lagi menendang-nendang gendang telinga saya dan para sahabat yang setia tak beranjak dari dalam studio yang sesak peluh keringat dengan d-beat crust mereka. STATE OF URGENCY pun dengan antusias dan tanpa membuang-buang waktu menyerang urat-urat saraf telinga yang tak mampu lagi menahan suara diatas desibel kewajaran suara yang mampu diterima manusia. D-beat crust mereka membuat para pedansa melakukan circle pit dan wall of death didalam studio yang tidak terlalu luas itu. Setelah mereka memuaskan para pedansa, REVENGE bersiap-siap untuk melakukan performa mereka. Namun si empunya studio tiba-tiba mematikan keseluruhan listrik yang mengalir ke dalam studio sebelum REVENGE memainkan satu lagu pun. Dengan alasan waktu sudah habis, mereka, lagi-lagi, membuat keputusan secara sepihak. Sucks! Tak hanya REVENGE yang tidak jadi mengeluarkan bebunyian mereka, tapi masih ada BERHALA yang juga tidak diberi kesempatan bermain dan bersuara. Totally sucks!
Memang kejadian dimana tidak seluruhnya band pengisi disatu gig bisa memainkan bebunyian mereka bukan untuk sekali ini saja. Karena di Bandung -baik para oerganisator gig D.I.Y ataupun bukan- selalu mendapatkan masalah dalam hal mencari tempat untuk suatu gig (disini saya lebih baik bilang gig daripada acara, kumaha aing weh!). Padahal kalo dihitung band punk ataupun hardcore atau apapun dan siapapun yang masih terlibat dalam pengorganisiran gig D.I.Y di Bandung sendiri mungkin ada dalam bilangan seratus bahkan lebih, dan apabila mereka mau menyisihkan uang mereka untuk membuat tempat dan membeli tanah secara kolektif (karena squating di sini masih belum mungkin untuk dilakukan) sangatlah mungkin untuk dilakukan, kita tidak lagi bakal dirisaukan dengan adanya lagi pemberhentian suatu gig oleh berbagai pihak. Saya tak mau lagi pesta yang saya hadiri tiba-tiba berhenti ditengah jalan.
"If I can not dance, so this is not my revolution" -emma goldman
Malam itu saya tutup dengan berkumpul lagi dengan beberapa sahabat saya dan mengevaluasi seadanya gig yang baru saja kita hadiri. Dibawah pepohonan rindang yang sama, ditrotoar hotel yang sama, ditemani angin dingin yang kami berusaha menutupnya dengan berbotol-botol alkohol golongan C yang sama kami minum kemarin. Saya hanya bisa mengulang, kadang mengevaluasi, tapi tetap mengulangnya lagi.
-anjingliar-
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar